Hasil Pilkada 2020 di Nusa Tenggara Timur diwarnai polemik. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sabu Raijua menemukan fakta bahwa Orient Patriot Riwu Kore, bupati terpilih Sabu Raijua merupakan Warga Negara Amerika Serikat (AS).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Timur melaporkan data bahwa Orient memiliki KTP elektronik berketerangan WNI. Ia menyerahkan dokumen kependudukan tersebut untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Sabu Raijua pada September 2020.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) juga telah memverifikasi data kependudukan WNA tersebut. Dari data tersebut Disdukcapil mengakui bahwa Orient termasuk warga Kota Kupang.
Padahal, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada menyebutkan syarat menjadi calon kepala daerah adalah warga Negara Indonesia (WNI).
"KPU Sabu Raijua menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi ke instansi yang menerbitkan dokumen tersebut. Dalam berita acara klarifikasi bersama, menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar WNI, alamat sesuai KTP," tutur Ilham kepada wartawan, 2 Februari.
Saat proses pendaftaran, Bawaslu Sabu Raijua juga telah melakukan kroscek mengenai status kewarganegaraan Orient kepada Kepala Kantor Imigrasi Provinsi NTT dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta sejak tanggal 10 September 2020.
Selang waktu, Orient yang berpasangan dengan Thobias Uly meraih suara terbanyak dalam pemilihan Bupati-Wakil Bupati Sabu Raijua dengan perolehan suara 48,3 persen. Mereka telah ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati terpilih oleh KPU.
Sampai akhirnya, Kedubes AS baru membalas surat Bawaslu pada tanggal 1 Februari 2021. Hasilnya, Kedubes AS menyatakan bahwa Orient adalah warga negara AS.
"Berdasarkan surat balasan, pihak Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, menginformasikan bahwa Saudara Orient Patriot Riwu Kowe adalah benar warga Negara Amerika," ucap Yudi Tagi Utama, Ketua Bawaslu Sabu Raijua, dalam keterangannya.
BACA JUGA:
Dugaan pemalsuan dokumen
Melihat kasus ini, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menganggap ada dugaan pemalsuan dokumen kependudukan yang dilakukan Orient demi bisa mencalonkan diri sebagai calon bupati.
"Ketika datanya ada di Dukcapil, dia kan berarti memberikan keterangan tidak benar. Dia WNA, tapi mengaku WNI atau dwi kewarganegaraan. Sementara, Undang-Undang Kewarganegaraan menyatakan kalau dia punya kewarganegaraan lain, otomatis status WNI dia gugur," ujar Titi kepada VOI.
Sebab saat ini Orient memiliki dua kewarganegaraan yakni WNI dan warga AS, bila dilihat dari status kependudukannya. Padahal, Indonesia melarang ada warganya yang memiliki dwi kewarganegaraan.
Potensi pidana hingga enam tahun
Jika terbukti memalsukan dokumen, Orient bisa dijerat dengan sanksi pidana penjara. Berdasarkan Pasal 184 UU Nomor 1 Tahun 2015, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan (6 tahun) dan denda paling sedikit Rp36 juta dan paling banyak Rp72 juta.
"Dia (Orient) bisa dikenakan Pasal 184. Sebab, bisa jadi dokumen kependudukannya itu dikeluarkan secara resmi oleh Dukcapil, tapi cara dia memperoleh itu dengan cara yang tidak memenuhi syarat," ungkap Titi.
Ikuti juga VOI.